Anthropology Inside
Perihal remeh-temeh kehidupan keseharian--atau pun endapan-endapannya dari masa lampu--hingga kompleksitas realitas yang mengepung, kita bisa menafsir dan menuturkannya dengan berbagai cara kita masing-masing. Kita layak berbeda. Dalam beberapa hal, memang begitulah seharusnya.
Selasa, 29 Mei 2018
Curah Gagasan a la FIB Unkhair
Minggu, 22 April 2018
Yang terendap dan yang mengambang
Sabtu, 14 April 2018
Cinta, jangan benci
Jumat, 13 April 2018
Menafsir Penafsir
Begitulah salah satu pertanyaan di tengah-tengah perbincangan melalui ‘messenger’. Mungkin karena belakangan 'terbaca' seperti itu dari unggahan-unggahan yg ada.
“Cinta harus dikabarkan, bahkan yang sebatas imaji sekali pun.”
Kata ditulis, selanjutnya dibaca dan ditafsirkan. Kita terpaut atau lepas darinya, ia jelas menancap di sana.
Sambil menyantap sisa makan siang malam ini, saya memikirkan pertanyaan itu. Lantas saya terpikir hal lain.
Andaikan kita menuliskan hal-hal baik, hal-hal menggembirakan—apalagi hal-hal menyangkut CINTA, semua ditulis kapital!– maka yang terduga dari penafsirnya adalah tentu saja hal-hal yang kita tulis-kabarkan itu.
Katakanlah, saya menuliskan hal-hal sebaliknya: kebencian, keputusasaan, kenyinyiran, penyangkalan kasar, pembelaan buta, dst. Maka, kemungkinan pertanyaannya menjadi:
”Sehatkah dirimu?”
Pertanyaan itu bukan karena perduli, melainkan semacam sarkasme. Majas yg digunakan untuk menyinggung saja.
Ini bukan pikiran baru. Sudah banyak yang pernah mengatakan atau menuliskan ini. Mulai dari awam hingga ilmuwan; dari yang buntu-buntu hingga yang sungguh-sungguh.
Karena itu, kabarkanlah cinta. Ceritakan hal-hal baik. Tak perlu menghakimi, atau mencerca sikap tertentu hanya karena berbeda dengan kita. Tunjukkan kerianggembiraan agar orang tak bersedih hanya karena hinaan yang dibuat-buat dari alasan yang mengada-ada. Jangan hinakan seluruh cinta dengan satu hasutan.
Satu hal pasti adalah, bahwa cinta masih ada. Selalu ada. Tak peduli berapa kali ia diempas-lepaskan, ia tak tergerus. Berpindah-pindah subjek, cinta selalu satu rupa: ia memuja. Rupanya tak pernah bersalin hingga pamit terakhir dari hati tempatnya memuja.
Tak perlu ragu untuk melakukan itu. Harus ada yang melanjutkan kisah Don Juan (ekh!). Sebab kalau tidak begitu, mereka malah menuduh 'belum move on". Padahal, itu sudah lama terjadi 'kan?
Karena itu, menemukan yang baru sekarang ini adalah alasan bagi sebongkah kebahagiaan. Nyata atau tidak, faktual atau hayali, tak usah pedulikan. Haha...
“Apakah saya jatuh cinta?”
Saya ingin sekali menjawab "Iya" dengan lantang. Tapi hujan menenggelamkan dengan renyainya yang kian nyaring.
Dia yang lebih tahu. Sejatinya begitu.
Aku mencintaimu!
Itu pula yang seharusnya kau katakan kepadaku.
Kamis, 12 April 2018
Minggu, 01 Januari 2017
Selamat Tahun Baru 2017
SELAMAT TAHUN BARU 2017!!!
Yuph... waktu terus berjalan, dan kita ikut di dalamnya. Menolak untuk tidak ikut adalah hal mustahil untuk kita lakukan. kita takluk oleh waktu, setakluk-takluknya. kecuali turut merayakannya, kita tak berdaya di hadapannya.Maka, kau hanya bisa mengatakan....selamat merayakan. itu saja.
Rabu, 25 Mei 2016
Kesaksian
Lelaki dan perempuan renta. Sekilas laki-laki itu tampak sangar: kumis, jaket kumal, jins belel, kekar, gelang dan kalung besi besar, cincin berpermata besar-besar, kulitnya sedikit hitam.
Sementara perempuan tua itu, berpakaian khasnya ibu-ibu tua di kampung pada umumnya. Sebuah kain, serupa sarung, yg tampak lusuh menggembol bawaannya. Ada juga tas, yang juga kusam, untuk bawaan lainnya. Jari-jari kaki yang melewati ujung depan sandalnya terlihat kokoh mencengkeram. Kukunya juga jelas terlihat akrab dengan lumpur. Ia memakai sandal yang tak biasa dikenakannya, andaipun bersandal di waktu dan tempat lain. Ia hendak terbang ke Halmahera, wilayah yang berjuluk "Pulau Panjang" itu. Menyaksikan itu, benak saya sontak membayangkan ibu sendiri nun jauh di sana!
Ada yang langka, jarang-jarang saya saksikan dalam situasi semacam ini, dari orang seperti mereka. Laki-laki itu dengan (tampak) tulus menuntun si ibu. Mulai dari meninggalkan ruang tunggu hingga ke bis yang mengantarkan penumpang untuk tiba ke pesawat. Sebagai anak, andaikan begitu, maka apapun yg dilakukannya bukan hanya wajar, melainkan mutlak. Tapi melihat penampilannya, yg secara fisik tadi 'sangar', menjadi terkesan kontras. Ini asumsi saya saja. Kita belum tentu sepakat antara penampilan dan wujud perilaku atau tindakan seseorang.
Keduanya tampak senang menjajali tangga turun, menunggui bis, hingga naik bis. Tidak ceria berlebihan juga. Semacam kebahagiaan yang matang. Saat di dalam bis, di mana nyaris semua orang berdiri saja, saya masih memerhatikannya. Senyum senang sang ibu tergurat kuat. Bahagia terpancar dari rautnya. Lelaki itu, tetap tenang. Sesekali senyum, menyertai senyuman ibunya. Kadang seolah hendak meraih tangan sang ibu, atau sekadar menyentuhnya. Ada kasih sayang di genggaman mereka.
Andai lelaki itu benar-benar anak sang ibu itu, dapat saya baca betapa bahagia keduanya. Ibu senang dengan perlakuan anaknya, meski seringkali ibu tak menuntutnya begitu. Anak luar biasa bahagia sebab persembahan tak ternilai terhadap perempuan yang membawa rahim dimana ia pernah memulai tahap awal kehidupan. Ia bukanlah anak-ibu Malin Kundang.
***
Ketulusan dan pengabdian seseorang memang tak berhubungan dengan paras. Tanpa menghina tubuh, keurakan seseorang acapkali menjauhkannya dari orang-orang yang merasa baik dan mulia. Saya tahu, Anda, teman saya yang baik, bukan golongan dengan cara berpikir-tindak semacam ini.
***
Begitulah setiap kali ada perjalanan, ada saja kesaksian yang menggugah kekaguman. Tentu rupa-rupa kejadian sebaliknya tak luput pula. Mungkin menjengkelkan. Dan dari setiap kesaksian, sesaat setelah itu hingga lama setelahnya, refleksi mengantarkan renungan. Itulah sebabnya saya kadang menghayati beberapa perjalanan sebagai kehidupan itu sendiri. Di sanalah cermin kehidupan dibentuk melalui kelaziman hari-hari. Di sana pulalah membentang ragam kebajikan, dan sebaliknya, untuk menjadi cermin diri. Tanpa meremehkan peran bapak/ayah, saya wajar merindui ibu sebab pengabdian yang terlalu sedikit untuk disebut cukup. Seseorang bisa saja tak beragama atau tak bertuhan sekalipun, tapi kita semua punya ibu.
Halmahera, 24 Mei 2016.
Curah Gagasan a la FIB Unkhair
*** Banyak yang Harus Dilakukan (Catatan dari ‘Bacalefo’ Ormawa FIB) *** Kebajikan mesti dikabarkan agar tetap bisa ditularkan...
-
Gambar ini saya dapat dari postingan seorang teman: NiNing AndiNi Ning RamadhaNi, di jagad maya. Di kampung saya, Kajang, Bulukumba, wadah ...
-
Baiklah, mari kita bicara - sedikit saja - tentang gerhana. Sebagai fenomena alam, tak ada yang luar biasa dengan sang gerhana ini. Tak pe...
-
Setelah berbincang lama, akhirnya saya terinspirasi oleh teman. Dia meyakinkan saya lagi - sebenarnya suatu hal yang sudah lama saya pahami...