Jumat, 13 April 2018

Menafsir Penafsir

“Lagi jatuh cintakah?”

Begitulah salah satu pertanyaan di tengah-tengah perbincangan melalui ‘messenger’. Mungkin karena belakangan 'terbaca' seperti itu dari unggahan-unggahan yg ada.

“Cinta harus dikabarkan, bahkan yang sebatas imaji sekali pun.”

Kata ditulis, selanjutnya dibaca dan ditafsirkan. Kita terpaut atau lepas darinya, ia jelas menancap di sana.

Sambil menyantap sisa makan siang malam ini, saya memikirkan pertanyaan itu. Lantas saya terpikir hal lain.

Andaikan kita menuliskan hal-hal baik, hal-hal menggembirakan—apalagi hal-hal menyangkut CINTA, semua ditulis kapital!– maka yang terduga dari penafsirnya adalah tentu saja hal-hal yang kita tulis-kabarkan itu.

Katakanlah, saya menuliskan hal-hal sebaliknya: kebencian, keputusasaan, kenyinyiran, penyangkalan kasar, pembelaan buta, dst. Maka, kemungkinan pertanyaannya menjadi:

”Sehatkah dirimu?”

Pertanyaan itu bukan karena perduli, melainkan semacam sarkasme. Majas yg digunakan untuk menyinggung saja.

Ini bukan pikiran baru. Sudah banyak yang pernah mengatakan atau menuliskan ini. Mulai dari awam hingga ilmuwan; dari yang buntu-buntu hingga yang sungguh-sungguh.

Karena itu, kabarkanlah cinta. Ceritakan hal-hal baik. Tak perlu menghakimi, atau mencerca sikap tertentu hanya karena berbeda dengan kita. Tunjukkan kerianggembiraan agar orang tak bersedih hanya karena hinaan yang dibuat-buat dari alasan yang mengada-ada. Jangan hinakan seluruh cinta dengan satu hasutan.

Satu hal pasti adalah, bahwa cinta masih ada. Selalu ada. Tak peduli berapa kali ia diempas-lepaskan, ia tak tergerus. Berpindah-pindah subjek, cinta selalu satu rupa: ia memuja. Rupanya tak pernah bersalin hingga pamit terakhir dari hati tempatnya memuja.

Tak perlu ragu untuk melakukan itu. Harus ada yang melanjutkan kisah Don Juan (ekh!). Sebab kalau tidak begitu, mereka malah menuduh 'belum move on". Padahal, itu sudah lama terjadi 'kan?

Karena itu, menemukan yang baru sekarang ini adalah alasan bagi sebongkah kebahagiaan. Nyata atau tidak, faktual atau hayali, tak usah pedulikan. Haha...

“Apakah saya jatuh cinta?”

Saya ingin sekali menjawab "Iya" dengan lantang. Tapi hujan menenggelamkan dengan renyainya yang kian nyaring.

Dia yang lebih tahu. Sejatinya begitu.

Aku mencintaimu!

Itu pula yang seharusnya kau katakan kepadaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Curah Gagasan a la FIB Unkhair

*** Banyak yang Harus Dilakukan (Catatan dari ‘Bacalefo’ Ormawa FIB) *** Kebajikan mesti dikabarkan agar tetap bisa ditularkan...