Sperma Bukan Perenang Andal, Lebih Mirip Sopir Ugal-ugalan
Perihal remeh-temeh kehidupan keseharian--atau pun endapan-endapannya dari masa lampu--hingga kompleksitas realitas yang mengepung, kita bisa menafsir dan menuturkannya dengan berbagai cara kita masing-masing. Kita layak berbeda. Dalam beberapa hal, memang begitulah seharusnya.
Selasa, 08 Mei 2012
Minggu, 06 Mei 2012
Terdesakmu (Semacam Catatan dari Negeri Sorga)
Malam selepas magrib kau datang
Menjumpaiku dan bebicara
Sehari sebelumnya kau telah berpanjang lebar, meluaskan bicaramu, sendiri.
Kau mengutuk 'sistem' yang menghianatimu
Agar kau tampak benar dalam pandanganku, mungkin begitu harapmu, sebab kaupun melakukan hal sama kepadaku seperti kau diingkarinya.
Kau murka, lalu memaki.
Sekilas kulihat tampak kemarahanmu pada ekspresimu. Hanya seperti 'terlihat'
Tapi tidak seperti 'apa adanya'.
Seolah ingin meyakinkan bahwa kau tetap pada pihakku.
Tetapi seperti biasa, aku meragukanmu
Keserakahanmu, aku ragu, kelak akan menguburmu sendiri.
Takala kau tak mampu, tak sempat katamu, kau pun berlari ke arahku.
Menaruh pengharapan agar bisa kulayani, demi masa di depan yang berjanji tentang peluang, janjimu lagi.
Tetapi aku bosan, dan tak ingin mengharapkan atau mengandalkanmu dalam menjaga tuturanmu.
Nyaris basi kedengarannya, maka aku berpaling sambil melayangkan pandang pada sebuah tv di samping kita, "jangan berharap pada janji 'sistem' yang terbiasa ingkar," kataku.
Kau dengan nada pelan, "iya," katamu.
Kita lanjut berbicara, tetapi kau tetap saja tidak pasti.
Kita memang hanyalah manusia-manusia sebagai 'makhluk kemungkinan' belaka.
Tetapi komitmen dan sikap tegas kita, setidaknya bisa menegaskan bahwa kita merencanakan dan memprioritaskan secara lebih baik dan matang.
Apa yang bisa kuberikan dengan sikap tak pastimu, Kawan?
Aku kurang yakin dengan sikapmu yang selalu dengan penuh semangat mengumbar surga mewujud janji.
Tetapi tahukah kau? Aku bisa mengupayakan dengan caraku sendiri mencapai apa yang kuperlukan, kuinginkan, dan kubutuhkan.
Cara kita berbeda, memang. Pandangan, prinsip, dan sikap hidup kita jarang bisa sama.
Namun, dengan segala ketidakpastian dan ketakjelasanmu--bicara dan sikapmu--akan kucoba menapak hendakmu.
Sekali mungkir, smua menjadi nol.
Begitu kau di mataku, jika benar begitu, kelak.
Sabtu, 05 Mei 2012
Kopi, Hujan, & Kita.
Masih terlalu pagi, hujan mengguyur kota kecil tempatku menjalani hari-hari malam.
Setelah kopiku siap diseruput, saya meraih koran kemarin yang belum sempat kubaca sejak kubeli sore kemarin. Iya, Saya terlalu cape sehabis keluar sejak pagi hingga sore kemarin.
Kubolak-balik halamannya. Cetakannya kurang bagus. Tata letaknya berantakan. Beberapa ejaan dan pemenggalannya tidak lazim. Memang sudah begitulah sejak pertama kali membaca koran ini beberapa tahun lalu. Tak banyak yang berubah dari perwajahan dan substansi pemberitaannya. Tapi saya harus membacanya karena saya hendak mencari tahu apa saja yang 'terjadi' di kota ini beberapa waktu belakangan. Merasa cukup--atau terganggu dengan tata letaknya--saya kembali meraih gelas kopiku. Kuseruput, nikmat. Sisa kopinya yang mampir di sudut bibir kubersihkan dengan satu usapan tangan.
Beralih ke bacaan berikut, buku yang baru kubeli. Materinya tentang kekerasan perempuan yang ditayangkan media tv melalui film anak-anak. Penulis menggabungkan kedua teori: strukturasi Giddens, dan satunya lagi teori feminis. Hasil kajiannya menghasilkan konsep baru kemudian, Strukturasi Gender.
Di luar hujan masih mengguyur. Kedua penelitianku yang seharusnya saya kerjakan belum mencapai kemajuan berarti. Setiap kali sendiri--kenyataannya saya selalu saja sendiri dalam rumah berukuran sederhana milik teman yang memperkenanku menempatinya sementara waktu sementara ia studi di kota lain--saya malah tersusupi ide lain.
Iya, ada banyak hal yang harus dikerjakan. Pagi ini, bersama hujan diluar, benakku terusik ide yang belum berhasil kunyatakan dalam suatu 'hasil'. Ada yang belum selesai, ini baru bermula.
Akh, saya merindukanmu di sini, Sobat. Seperti biasa, kita berbincang tentang banyak hal: pemandangan sehari-hari yang ditinjau lebih jauh dengan cara bebas dan santai.
Kopi, hujan, harapan, kerinduan, dan setumpuk ide larut dalam satu wadah: aku.
Minggu, 19 Februari 2012
Menyegarkan Ide
Saya sepenuhnya sepakat denganmu, kawan. Memang ada banyak (ide) yang berserakan: di kepala, di jalanan, di lipatan halaman-halaman buku, dst. Sebagian besarnya terendap--bagi yang mengendapkannya tentu saja.
Kini, kubuat (lagi) blog-ku, sebagai bukti sepakatku denganmu--suatu hal yang sebenarnya sudah lama ingin kulakukan lagi. Sayangnya, belum banyak yang bisa kuceritakan lagi kepadamu sekarang. "Kamu mungkin boleh menunggu penuturan sederhanaku, kawan." Iya, pada suatu waktu nanti.
Begitu juga kamu, kutunggu cerita darimu. Ingin kudengar lagi penuturanmu yang mengalir, seperti dulu: sewaktu senja mulai beringsut merayapi malam.[]
Curah Gagasan a la FIB Unkhair
*** Banyak yang Harus Dilakukan (Catatan dari ‘Bacalefo’ Ormawa FIB) *** Kebajikan mesti dikabarkan agar tetap bisa ditularkan...
-
Gambar ini saya dapat dari postingan seorang teman: NiNing AndiNi Ning RamadhaNi, di jagad maya. Di kampung saya, Kajang, Bulukumba, wadah ...
-
Baiklah, mari kita bicara - sedikit saja - tentang gerhana. Sebagai fenomena alam, tak ada yang luar biasa dengan sang gerhana ini. Tak pe...
-
Setelah berbincang lama, akhirnya saya terinspirasi oleh teman. Dia meyakinkan saya lagi - sebenarnya suatu hal yang sudah lama saya pahami...